Secara
kebahasaan, hujjah berarti al-burhan yang berarti “alasan”. Dalam terminology fikih
islam, hujjah berarti “alasan yang harus dikemukakan dalam rangka menetapkan
atau mempertahankan pandangan yang menetapkan atau mempertahankan pandangan
yang diajukan”. Hujah juga disebut dalil, atau dasar penetapan hukum.
Dalam
perdebatan ulama untuk menetapkan hukum islam, jika ada yang mengajukan
pendapat tanpa landasan hukum, maka fatwa hukum yang dihasilkan dituduh tahakkum (menentukan hukum sendiri tanpa
dalil) atau tasyri’ bi al-hawa
(menetapkan hukum berdasarkan hawa nafsu atau secara subjektif). Oleh sebab
itu, dalam kitab fikih disebutkan bahwa setiap pendapat yang dikemukakan
senantiasa harus dibarengi dengan hujah.
Hujjah
bisa berupa ayat Al-Quran, hadis Nabi SAW, *ijmak,kias,dan sebagainya. Biasanya,
dalam mengemukakan hujah seorang mujtahid tidak cukup hanya menggunakan salah
satu dalil, misalnya ayat Al-Quran saja, tetapi juga menyertakan hadis Nabi
Muhammad SAW, ijmak (jika ada ijmak dalam masalah tersebut), kias, dan nalar
akal tersebut sering kali hanya bersifat sebagai hujah pendukung bagi ayat
Al-Quran dan hadis Nabi Muhammad SAW yang dikemukakan.
Sebagai
contoh, untuk pendapat bahwa minum *khamar (minuman keras) adalah haram, hujah
yang dikemukakan adalah ayat 90 surah al-maidah, di tambah dengan hadis Nabi
Muhammad SAW yang menyatakan bahwa setiap yang memabukkan itu adalah khamar dan
setiap yang memabukkan itu adalah haram (HR. Muslim dari Ibnu Umar). Kemudian hujah
ini didukung dengan nalar akal bahwa khamar itu dapat mengacau balaukan atau
merusak pikiran orang yang meminumnya, yang dapat mengakibatkan kepribadiannya
jatuh. Ayat Al-Quran dan hadis tersebut kemudian diberi tafsiran dan dijelaskan
dengan memakai kaidah bahasa dan usul fikih, sehingga kesimpulannya menunjuk
kepada haramnya minum khamar.
Al-Quran
dan sunah sebagai sumber hukum islam harus senantiasa dipegang seseorang yang
mengemukakan pendapatnya . artinya, hujah yang dikemukakan untuk mendukungnya
atau menetapkan suatu hukum dalam kias, dan metode penetapan hukum islam
lainnya yang dianut berbagai mazhab tidak dapat berdiri sendiri tanpa
didasarkan pada kedua sumber hukum islam tersebut.
Hujah
atau dalil yang disepakati ulama dalam menetapkan hukum adalah
Al-Quran,sunah,ijmak, dan kias.
*istihsan, al-maslahah al mursalah, urf (adat
kebiasaan), sad az-zariah, *istishab,
dan sebagainya adalah hujah yang tidak disepakati seluruh ulama. Ada ulama yang
mengatakan ihtisan, misalnya, bisa dijadikan hujah, tetapi ulama lain
menyatakannya tidak dapat dijadikan hujah.
[1]Daftar
Pustaka
Baltajiy,
Muhammad. Manahij at-Tasyri al-islami fi
al-Qarn as Sani al-Hijri. Riyadh : Univ. Muhammad bin Sa’ud al-Islamiyah,
1997
Ar-Rabiah,
Abdul Aziz bin Abdurrahman bin Ali, Adilah
at-Tasyri al-Mukhtalaf fi al-Ihtijaj biha. Beirut : Mu’assasah ar-Risalah,
1982.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar