BEREBUT LAYANG -LAYANG PUTUS

Ada perilaku semasa kanak kanak yang negatif dan destruktif, tetapi masih terbawa bawa sampai besar. Salah satunya adalah berebut layang-layang putus yang pada akhirnya semua tidak mendapat apa-apa, layang-layangnya hancur karena mereka saling rebut. Perilaku destruktif ini dalam istilah jawa dikenal dengan ungkapan: “barji barbeh, tiji tibeh” (bubar siji bubar kabeh, mati siji mati kabeh). Kalau aku tidak mendapat bagian maka yang lain juga tidak boleh kebagian. Kalau aku sengsara maka yang lain juga harus ikut sengsara.

Saya ingat ketika kecil saya senang sekali melihat orang beradu layang-layang. Siapa yang benangnya tajam dan kuat kalau beradu pasti akan menang, dengan cara memotong dan menggesek benang lawan sembari mempermainkan layang-layangnya. Melihat layang-layang yang terputus benangnya, kami berlari-lari mengejarnya dengan suka cita, semua berebut ingin mendapatkannya. Singkat cerita, hasil dari berlarian dan saling berebut itu tidak membuahkan apa-apa, kecuali rasa puas ketika melihat layang-layang itu rusak karena tidak ada yang mau mengalah. Semua orang ingin mendapatkannya, dan ketika salah seorang dari mereka tidak berhasil maka mereka ramai-ramai merusaknya.

Meminjam ungkapan J.J Rousseau, ketentraman sosial ini mulai terganggu ketika orang mulai meneriakkan “This is mine!” ini milikku! Yang mengganti kesadaran yang semula berbunyi “ini milik kita bersama”. Kepemilikan pribadi iyu sehat dan merupakan naluri manusia. Tetapi egoisme pribadi yang tidak terkontrol akan merusak tatanan dan kesejahteraan sosial. Tuhan yang Maha Pemurah telah menyediakan seluruh kebutuhan manusia secara melimpah. Namun, bumi langit seisinya selalu saja dirasa kurang bagi mereka yang jiwanya rakus, tamak, tidak mampu bersyukur serta enggan berbagi dengan sesamanya. Mereka sudah terhinggap virus “SMS” (Senang Melihat orang Susah dan Susah Melihat orang Senang). Jika virus ini menghinggapi para politisi atau penyelenggara negara, akibatnya akan sangat runyam, yakni menyengsarakan bangsa secara keseluruhan.

****

Kemenangan sejati (genuine victory) diraih dengan membuktikan dirinya lebih baik dari pada orang lain, dan juga mampu menghargai kebaikan yang ada pada orang lain, siapa pun orangnya. Rasulullah Muhammad berpesan, kebenaran dan kebajikan itu milik Allah dan datangnya dari Allah, maka ambillah mereka di mana pun berada. Maka Rasulullah juga pernah berpesan, carilah ilmu sekalipun engkau mesti pergi ke negeri china. Ini menunjukkan sikap terbuka, inklusif dalam menerima kebajikan dan kebenaran, dan senantiasa menghargai dan menjaga warisan peradaban dari mana pun datangnya. Oleh sebab itu, masyarakat mesir yang mayoritas warganya beragama muslim itu pun tetap merawat bangunan keindahan piramida dan Spink sekalipun dibangun oleh dinasti Firaun.

Kalau saja dalam kehidupan sosial dan politik kita mampu dan terbiasa saling menghargai keunggulan orang lain, semoga anak-anak kita nantinya juga menjadi pribadi-pribadi yang mau menghargai sesama mereka tanpa kehilangan pikiran kritis mereka.